Gini ya rasanya durhaka.

  • 0

Sebagai seseorang yang selalu cerita apapun ke pasangan, aku merasa amat sangat durhaka jika menyimpan rahasia.

Tapi beberapa hari belakangan ini, ada hal yang terpaksa tak bisa kuceritakan pada lelakiku karena kami telah sepakat untuk saling percaya sehingga aku merasa tak perlu cerita padanya ataupun meminta restunya, ketika hendak merespon obrolan mengganggu dengan seseorang dari masa lalu.

Aku juga tak ingin membawa nama yang sudah menjadi hama ini muncul lagi setelah empat tahun berselang.

Intinya, aku bisa menghadapinya seorang diri karena aku sungguh mengimani kami. 

Aku sangat percaya lelakiku tak sedungu dulu.
Aku juga sangat percaya lelakiku tak sebuta kala pertama ia putus cinta.
Dan aku percaya lelakiku tak seperti keledai yang mudah jatuh dua kali pada pelukan perempuan yang salah.
--Pada pelukan jalang berbalut make-up tebal dan pemburu lelaki berdompet tebal. Hanya memburu. Tak mau berjuang bersama menambah ketebalannya.--

Semoga di balik anggukan kepalanya sore tadi saat mengetahui ada yang kusembunyikan, lelakiku benar-benar paham bahwa tujuanku memutuskan diam ialah untuk menjaga ketenangan kami.

Aku memilih diam untuk menjaga ingatan lelakiku dari masa lalunya yang tak bahagia bersama dia.

Aku tak ingin harga dirinya terluka untuk yang kesekian kali sehingga ia secara tiba-tiba mendaftar MLM biar bisa dapat kapal pesiar atau bertapa di coban pesugihan demi membuktikan pada jalang yang satu itu kalau dia bisa punya banyak materi, dan bukan cuma materi stand up comedy.

Aku tak ingin dia mengingat bagaimana dirinya dibuang karena bagi perempuan itu, seorang writer tak sekeren dokter. How he being replaced not for someone better, but richer. Pun bagaimana si jalang  membuangnya demi seseorang yang (pada saat itu) punya kerjaan lebih mapan dan roda lebih banyak saat menjemputnya kencan sementara lelakiku baru skripsian.

Biarlah. Biarlah. Biarlah.
Biarkan ia terjebak stereotype ala orang tua kolot bahwa sukses itu bila jadi PNS, Dokter, atau Angkatan.
Biarlah ia jadi perempuan yang dipelihara lelaki karena yang ia tahu hanya duduk manis, menunggu disuapi karena tak bisa masak, dan menunggu diajak jalan-jalan lalu berusaha lari kala tuannya tak kaya lagi.

Bicara kaya, lelakiku mungkin memang tak kaya raya. Tak tajir melintir yang jumlah 2,5%-nya saat zakat setara dengan gaji UMR buruh satu pabrik. Tapi itu bukan masalah karena ia juga punya gelar sarjana dan mau berusaha. Tak hanya pasrah menunggu dicari kerja. Dia mau mencari, dan aku mau menemani. Aku tak lari saat lelakiku kesusahan dan datang lagi saat ia sudah berada di puncak kejayaan.
Tidak. Aku tak sama seperti si jalang.

Lelakiku anak rumahan. Tak bisa mengikuti lifestyle mbak-mbak-hedon yang betah keliling mall selama berjam-jam. Kalau kami kencan ke mall, ia slalu mojok nyari colokan dan lanjut bekerja sementara aku yang survey lapangan terlebih dulu. Ia baru akan ikut jalan-jalan setelah aku laporan ada satu dua barang yang cocok untuk dirinya. Alih-alih ke mall, kami lebih suka shopping ke sekenan yang jauuuuuuuuuh lebih murah dan tempatnya gak terlalu luas untuk dijelajah tapi koleksinya gak kalah mewah. Atau yang favorit: movie-date di rumah sambil makan indomi kuah.

Lelakiku juga tak pergi ke sebuah Cafe hanya untuk berfoto di tempat yang harga air mineral ukuran kecilnya saja bisa untuk membeli 3 air mineral ukuran seliter, demi terlihat kekinian. Kami lebih suka menggunakan uang kami untuk makan di tempat murah tapi porsi kuli atau mengalokasikan dana untuk modalku masakin dia. Tenang, rasanya sama seperti masakan kafe dengan harga air mineral yang mahal tadi, kok.

Lelakiku cuma punya kendaraan roda dua. Tapi meski kami sering kehujanan, kepanasan, kecipratan air kubangan dan baju kami basah kuyup ra karuan, toh kami tetap bisa bermesraan.
Hm. Sesekali kami juga nggrundel, sih. Tapi grundelan itu menjadikan kami ingin berjuang untuk meraih hidup yang lebih baik bagi kami berdua. Bukan yang lantas pergi nyari om-om atau tante-tante kaya dan minta mobil seketika.

Biarlah. Biarlah. Biarlah.
Melihat obsesinya, jalang itu mungkin akhirnya akan menikah dengan masinis karena kereta api adalah kendaraan dengan roda terbanyak.

Ia akan selalu mencari seseorang yang lebih dan tak mau capek-capek berusaha mengubah kekurangan pasangan jadi kelebihan.

Last but not least, dear my dearest..
You deserve someone better than her. You deserve me. And I wont let you fight too hard for our future because that's not what partner for.


-Malang, 13 Januari 2017.
With maturity, sanity and love;
FF.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar