Jatuh di Kedai Kopi

  • 1

Halo!
Selamat pagi!
Malang pagi ini dingin sekali. Dingin yang sama, seperti udara di tempat pertama kali kita berjumpa, malam itu. Dingin yang sama, yang merambati sekujur tanganku saat aku hanya berjarak lima jengkal di sebelahmu. Dan dingin yang sama, seperti malam-malam tiga bulan lalu menjelang kepergianmu, ke Ibu Kota.

Hujan tak henti-hentinya mengguyur kota kecil kita sejak subuh tadi. Membuat aku ; yang masih dijajah kantuk, semakin ingin menarik selimut berwarna merah yang sudah lusuh ini agar lebih lekat lagi mendekapku. Merah ; warna kesukaanku.

[]

Hujan malam itu tak terlalu deras, sehingga aku masih bisa duduk duduk di balkon cafe itu sambil memandang kelap kelip lampu jalanan yang serupa kunang-kunang, sembari menunggu acara dimulai.
Bangku panjang yg kududuki itu muat untuk tiga orang. Hanya saja, jika orang yang ingin duduk disana sama kurusnya sepertiku.
Setengah asik sendiri dengan novel dan earphone yang memenuhi ruang dengar dan pikiranku, aku sampai tak sadar kalau ada orang lain yang sudah duduk disampingku. Tak berani menengok wajahnya, aku memandang ke bawah. Kulihat sepatu nya, converse merah yang sama seperti milikku.
Merah ; warna kesukaanku.

[]

Lima menit sebelum memutuskan untuk bangkit dari kasur, aku memejam-mejamkan mata barang lima detik sambil meregangkan badanku. Kemudian beranjak ke kamar mandi. Lalu ke dapur. Membuat secangkir kopi hangat. Kutambahkan gula secukupnya. Lalu kucicipi. Lima detik aku diam terpaku. "Manis!", batinku dalam hati.

[]

Lima menit sebelum acara dimulai, seperti biasa, ada briefing dan doa bersama.
Tubuhmu mencuat sendiri diantara lingkaran orang-orang penuh pengharapan waktu itu. Padahal umurmu baru delapan belas tahun.
Selesai berdoa. Kulihat kamu tersenyum. Lima detik aku diam terpaku. "Manis!", batinku dalam hati.

[]

Hujan sepagian ini membuat aroma kopi kelebihan gula ini menjadi semakin nikmat.
Ntahlah. Sedari dulu, aku selalu suka menambahi gula pada minuman yang kukonsumsi. Sekalipun minuman itu sudah manis.

[]

Aku menyesap harum kopi yang kuambil dari wadah prasmanan di cafe itu. Tak seberapa manis. Tapi aku sungkan untuk meminta tambahan gula. Kulihat senyum mu di arah jam sepuluh dan berjarak lima langkah dariku. Seketika itu, kopi yang kuminum terasa begitu manis. Sangat manis.

[]

Acara selesai. Dan kita berjabat tangan. Jabat tangan pertama dan saling bertukar nama.

[]

Kaos oblong hitam bergambar TinTin, hem kotak kotak, sepatu converse merah dan gerakan yang begitu manly saat mengusap keringat seusai tampil, serta gigi yang (terlihat) seperti gingsul itu.
Saya jatuh hati padamu, seperti aku yang jatuh hati pada paitnya kopi di kedai kopi ini, ujarku sambil meneguk segelas kopi terakhir di malam 19 April waktu itu.

Ditulis untuk menjawab tantangan seseorang tentang pengalaman "Jatuh Hati Di Kedai Kopi".

Malang, 23 Desember 2013.
-Farida Firdani-
@FirdaaaFF

1 komentar: