Apakabar, Senja?

  • 0

Apakabar, senja?
Kapan terakhir kali aku membagimu dengan orang yang paling kusayangi, walau akhirnya ia tetap pergi dan aku kembali melahap indahmu seorang diri. Sudah terlalu lama, ya?

Kali ini, aku kembali dan membawa ia yang baru.
Kumohon, jangan kaget!
Siluet nya memang tak sejangkung orang terakhir yang ku kenalkan padamu. Tak berkacamata ; tak berambut jabrik ; tak membawa tas singa ; tak bergingsul ; dan tak membawa 'papan beroda' di tangan ; seperti orang terakhir yang kukenalkan padamu.
Tapi, ia yang kini tak kalah baik dan tak kalah humoris, kok! :))
Kau tau? Hoodie oranye nya sama menyala dan menyenangkannya seperti warna oranye keemasan mu.
Aku mencintai jinggamu, pun hoodie miliknya yang berwarna senada dan tentu saja, pemiliknya!
Oh! Dan kau tau, senja? Aku kini juga jatuh cinta pada angin bulan Oktober yang dulu begitu ku benci setengah mati.
Aku berterimakasih padanya. Karena ia lah kini aku bisa menyesap dalam dalam aroma axe coklat kesukaan ku ; yang ternyata juga lekat di tubuh pria ber-hoodie oranye ini! :))

Apakabar lagi, senja?
Semoga kau masih sudi mememaniku disaat-saat seperti ini. Saat dimana burung-burung dan para pekerja kantoran sedang dalam perjalanan menuju sesuatu yang mereka sebut 'rumah'.
Saat dimana langit yang tadinya hanya putih, biru, atau kadang abu-abu, berubah menjadi simfoni warna-warni ; lukisan mahakaryaNya ; yang tiada tandingannya.

Apa kabar lagi dan lagi, senja? Kini kita berjumpa lagi. Terakhir kali bertatap muka denganmu, aku tak pernah segembira ini.
Terakhir kali bertatap muka denganmu, ada beberapa tetes air mata yang terbit di pelupuk mataku, kalau aku tak salah.
Terakhir kali bertatap muka denganmu, aku sibuk mengutuk mereka mereka yang pernah singgah 'disini'. Mengutuk orang-orang yang memiliki 'dua sisi' yang menurutku sangat keparat. Mengutuk angin bulan Oktober yang kubenci dengan sedemikian rupa. Mengutuk guru di sekolahku yang amat sangat pelit pada murid yang fakir nilai sepertiku. Mengutuk apapun yang tampak menyebalkan di mataku. Supir angkot. Bumbu tahu telor yang kurang pedas. Tukang parkir yang makan gaji buta. Dan hal hal remeh temeh lainnya.
Terakhir kali aku bertatap muka denganmu, aku menumpahkan begitu banyak kekesalan akibat ketidakjelasan, kepura-pura-an, dan kehilangan.
Jadi, kali ini ijinkan aku kembali menyapa semburat jingga mu yang hangat itu, ya?! :) Kali ini aku sudah tak se-acak-acakan dulu. Seperti yang kubilang tadi, kali ini aku datang membawa ia yang baru. Yang membuat gadis kecilmu ini sudah lebih bisa bersyukur dan tidak gelagapan lagi saat menghadapi emosi dan keegoisan dirinya sendiri.

Kau tau kan, kalau aku termasuk kategori orang pelit?
Pertama dalam hal makanan, kedua waktu, dan ketiga kamu ; senja.

Tapi, untuk ia yang kini (hampir) selalu ada disetiap siang dan malamku, aku rela membagi semangkuk indomie dengan potongan rawit kesukaanku, rela terjaga hingga larut malam demi mengobrol ngalor ngidul tak jelas, rela membuang waktu demi menantinya hadir di pagar depan rumah, dan rela membagi tempat rahasia dimana aku biasa berbincang denganmu ; tempat yang biasanya diduduki ransel merah kesayanganku.

Bagiku, kamu tetap pendengar dan tempat berkeluh kesah terbaik selain jalanan Malang yang lengang saat hujan, buku bersampul coklat, dan boneka domo yang biasa meredam teriakanku saat aku membenamkan kepalaku dalam-dalam disana.

Tapi, kini aku juga membagi keluhku padanya.
Masih tentang hal yang sama. Tentang teman yang (kadang) penuh kepura-puraan. Tentang tugas yang (kadang) tak kunjung usai. Tentang rindu pada beliau yang telah tiada dan (kadang) pada mereka yang telah 'meniadakan diri' atau 'kuanggap tak lagi ada'. Tentang keluarga yang (kadang) tak seperti keluarga. Atau, tentang hati yang (kadang) masih bingung sendiri.
Semua yang ku curahkan padanya, kucurahkan pula padamu. Dalam wujud teriakan menghardik. Dalam wujud bulir bulir air mata yang membuat pipiku atau bahunya basah kuyup. Dalam bentuk kesunyian, dan gemeletuk gigiku yang menggigil saat malam datang dan kilau emas mu lenyap ditelan malam.
Kau tau, senja? Ntah mengapa, bebanku seakan-akan turut lenyap seiring dengan lenyapnya rona rona jingga mu oleh malam.
Menyisakan lega, senyum, dan menggantinya dengan tawa. Kamu memang selalu begitu.
Pelipur lara, dan penyembuh luka.

Bedanya ia denganmu, ia terkadang menganggap beberapa paragraf pengusir bosan yang kutulis ini adalah sampah. Padahal, jika ia mau mencermati setiap kata yang ku tulis, ia akan menemukan potret dirinya dengan sedemikian rupa didalam tiap baris yang ada.

Terimakasih untuk selalu ada, senja.

Terimakasih untuk menit menit berharga yang (kadang) mampu membuatku melakukan perjalanan 'mesin waktu'.
Mengenang mereka mereka yang tlah lalu. Mengenang kesalahan dan keegoisan di masa lalu. Mengenang luka luka lama, yang sebagian masih belum sembuh. Atau mengenang teman yang sudah memberi banyak sekali pengaruh.

Terimakasih pula untuk diam yang tak benar-benar diam nya.
Dalam diam ku bersamamu, aku melihat-merasakan-dan mengingat banyak hal.
Orang-orang yang lalu lalang dan dikejar waktu. Klakson angkot yang tak sabar dan terdengar begitu terburu-buru. Petugas pembersih jalan bertopi reggae. Tacik tacik yang berkacak pinggang sambil memegang buku besar akutansi. Bocah kecil berpakaian lusuh yang mengais-ngais sampah. Ibu-ibu renta bermukenah. Tukang becak yang berkalungkan handuk kecil untuk mengusap peluh yang membanjiri wajah keriputnya yang letih. Adik kakak yang kebut-kebutan menggunakan sepeda pancal. Dan sepasang muda mudi yang saling berpelukan sembari menyusuri jalanan Malang kala petang.

Terimakasih sudah menemaniku hingga saat ini, senja.
Saat dimana aku sudah menemukan sosok tempat aku melabuhkan semua keluh, peluh, dan tubuhku.

Bersandar di bahunya sambil meracau dan menikmati megahnya dirimu, adalah hal terindah nomer dua setelah makan masakan mama hingga kekenyangan.

Terimakasih untuk selalu mengerti, meski terkadang juga menyakiti.

Aku mencintai semburat jinggamu. Hangat sinarmu. Pun ia yang kini selalu ada disisiku saat aku tengah asik berbincang denganmu.

Aku mencintaimu, senja.
Selalu.
Dan aku juga mencintaimu, lelaki tempat ku bermanja-manja.
Selalu.

Terimakasih.
Aku cinta kamu, dan kamu.
Selalu.

--

Malang, 6 Januari 2014.
Pukul dua dini hari.
Ditulis sambil mendengarkan You and I nya Endah n Rhesa.
((Disunting dari draft 1 Oktober lalu. Saat aku pertama kali membagi senjaku, padamu.))

Selamat 'hari kebangkitan' setelah dua minggu libur UAS!
Semangat sekolah hari pertama!
^^)/

Dariku, yang dibikin pusing karena harus meng-update WhatssApp.
-Farida Firdani-
@FirdaaaFF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar