Siang tadi hujan turun rintik-rintik.
Bulir-bulir airnya terlihat begitu cantik.
Ia meneduhkan jiwa-jiwa yang kelimpungan karena letih berlagak terlalu cerdik.
Tak tertuju padanya teriakan menghardik.
Yang ada, hanyalah sepasang kekasih yang saling dekap dan menggelitik.
Detik itu juga aku rindu pada kita; Kita yang sering saling mengkritik, namun tak pernah saling hardik hingga membuat bulu kuduk bergidik.
[]
Sore ini hujan turun lagi. Tak terlalu kecil, namun juga tak terlalu lebat.
Bulir-bulir air nya tampak begitu hebat.
Menggoyangkan dedaunan yang tumbuh begitu rekat.
Orang-orang berlarian karenanya. Ke emperan toko. Ke bawah pohon. Atau bahkan ke Warung kopi. Semuanya merapat. Sekedar berteduh, atau mencari secangkir hangat sembari melepas penat.
Sedangkan aku? Aku tak mau berlari ke emperan toko seperti mereka, atau berleha-leha di warung kopi yang menyediakan kopi paling enak dan nikmat di dunia sekalipun!
Aku akan berlari menuju rumah; menuju kamu.
Karena bagiku, tak ada yang mengalahkan secangkir kopi seduhanmu; yang kadang kebanyakan air, lalu menghabiskannya teguk demi teguk, sampai akhirnya aku terlelap karena letih dan kedinginan akibat kehujanan. Terlelap dalam pelukmu yang amat rekat, tak peduli di luar hujan turun begitu lebat.
[]
Malam ini hujan datang lagi. Ia turun deras sekali. Tak peduli disini ada seorang gadis yang menggigil hingga tak sadarkan diri. Maklum, ia; sang gadis, tak biasa memeluk diri sendiri.
Di luar, hujan masih betah mengamuk dan makin kejam tak berperi.
Petir menyambar disana-sini.
"Aku ingin tuli.." pinta si gadis dalam hati.
Jemu terpuruk seorang diri, dan tak ada yang peduli, ia pun akhirnya iri.
Iri pada hujan, yang dikira tak bisa menyakiti.
Iri pada hujan, yang dianggap tak setajam belati.
Iri pada hujan, yang pikirnya selalu dinanti-nanti, dan hadirnya mampu mengobati luka yang paling perih.
[]
Ia; sang gadis, sungguh iri pada hujan. Padahal, dihujam hujan dan 'antek-antek' nya, sungguh jauh lebih memilukan dibanding dihujam seratus, seribu, atau berjuta-juta belati.
Malang dini hari, 8 Februari 2014.
#30HariMenulisSuratCinta hari ke-8.
Dariku, untuk gadis yang tak biasa memeluk diri sendiri dan begitu mencintai sekaligus membenci hujan; aku.
@FirdaaaFF
-Farida Firdani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar