Terlalu Banyak

  • 0

Selamat malam, Tuan.
Aku mengetik ini dengan setengah sadar dan kebingungan karena tak tau harus mengirim surat cinta di hari kedua ini untuk siapa lagi selain kekasihku sendiri, yang sudah pasti ku kirimi pertama kali.

Lalu, ketika iseng membalik lembar demi lembar kertas binder ku, aku terhenti di lembar beberapa hari lalu. Dimana aku sempat menuliskan sesuatu tentangmu. Bukan tentang kerinduan, tapi lebih pada keheranan.
Lagipula, rasanya sudah lama sekali sejak kali terakhir aku mengisi laman-laman blog, lembar-lembar binder, atau coretan-coretan ngawur pada kertas soal ujian dengan kamu lah sebagai topik utamanya.

Jadi, anggap saja ini sebagai cinderamata perkenalan ulang kita. Bagaimana, Tuan? Setuju ndak? :)

Baiklah! Mari kita mulai dengan pertanyaan basa basi yang sudah basi.
'Bagaimana kabarmu?' :)
Semoga kamu baik-baik saja.
Semoga rambut ikalmu masih tetap lebat sehingga bisa kuacak-acak lagi kala aku gemas dengan tingkahmu, jika kita bertemu nanti.

Bagaimana kuliah mu? --Psikologi UM-- Nyaman, bukan?
Semoga betah ya.
Semoga kuliah mu lancar, lalu terwujud semua yang kamu inginkan. "Dan, semoga kita masih tetap ingat satu sama lain", seperti yang dulu pernah kamu ucapkan di teras rumah ku sepulang kamu ujian praktek aerobik, Maret tahun lalu.

Hm. Tak terasa, sudah hampir satu tahun berlalu, ya.

Bagaimana kabar mu? Kali ini aku benar-benar bertanya dan tak lagi basa-basi.

Apa sampai sekarang kamu masih gemar mencangking papan skateboard mu dibanding mencangking buku pelajaran, yang kini sudah pasti berganti jadi buku-buku yang lebih tebal untuk referensi mata kuliahmu.
Masihkah?
Kalau begitu, ubahlah itu, Tuan.
Tak baik terus bertumpu pada kebiasaan buruk.
Apa kau lupa? Bahwa saat kau terlalu asik dengan skateboard mu, kau selalu lupa diri.
Dan tiap kamu lupa diri, maka yang merugi adalah dirimu sendiri.

Apa frame hitam itu masih tetap membingkai kedua matamu dengan baik?  Aku rindu tatapan tajam milikmu dari sudut jendela kelasmu dilantai dua itu.

Apa suaramu masih tetap menggelegar mengalahkan suara guntur, seperti saat terakhir kamu bercerita dengan penuh antusias tentang tugas membuat short movie untuk melunasi hutang ujian praktek kesenian mu, di teras rumahku saat hujan deras petang itu?
Hm. Aku rindu gelak tawamu yang kadang terkesan seperti meremehkan. Aku juga rindu nada-nada tanya dan keheranan saat kamu mendengarkan ceritaku sebelum menetap di Kota kecil ini.

Apa lagu-lagu di playlist smartphone mu juga masih tetap tak bisa kupahami, Tuan? Sama seperti pikiran dan kelakuanmu yang tak bisa kupahami kemana arahnya. Hingga akhirnya kini kita berjalan menuju arah yang berbeda. Sendiri-sendiri.

Apa kabar ingatanmu? Apa kau masih ingat beberapa paragraf bodohku tentangmu? Kamu membalasnya dengan mengernyitkan dahimu hingga berlipat-lipat, sembari tersenyum kecil. Kemudian buku bersampul coklat itu kau bawa pulang. Dan sengaja tak kau kembalikan padahal sudah berkali-kali kutagih. Hingga aku harus mengambilnya sendiri, kerumahmu.

Omong-omong rumahmu, apa kabar es jeruk buatan ibumu, dan sofa coklat yang menampung beban 46kg-ku waktu itu?
Kalau boleh, aku ingin mencicipi beberapa jajanan di meja ruang tamumu yang belum sempat ku jamah petang itu. Hehe.

Terlalu banyak 'apakabar' dan 'apa masih tetap begitu' yang kutanyakan tanpa berani bertanya langsung padamu.
Kau boleh menyebutku pecundang. Tapi apa kau tau, kalau kemampuan terbesar yang dimiliki manusia adalah kemampuan untuk berani memilih? Dan aku sudah memilih untuk pergi daripada tetap bertahan dalam ketidakpastian dan ke-antah-berantahanmu.
Bagiku, tak akan ada lagi kamu kamu yang lain. Dan apakah dengan ini kamu masih menganggapku pecundang? :)

Kalau kau membaca surat ini, kau pasti akan mengernyitkan dahimu lagi hingga berlipat-lipat.
Kemarilah.
Biar ku 'setrika' keheranan dan ketidakpahaman mu itu hingga rapih lalu meletakkannya di lemariku. Menjadi satu dengan tumpukan rindu yang sudah kutimbun untukmu sejak setahun lalu.
Kalau kau sempat, cobalah jamah lapis demi lapis tumpukan rindu ini, Tuan. Maka aku akan sangat terobati.

[]

Jadi, bagaimana kabarmu? Kapan kita bertemu? Aku sungguh rindu hening dan ramaimu. :)

Malang, 2 Februari 2014.
#30HariMenulisSuratCinta hari ke-2.

Dariku, untukmu : Rdn A.P.G :)

((Ditulis saat tak sengaja teringat sosokmu karena melihat orang yang mirip denganmu diperjalanan menuju sekolah senin kemarin))

Tidak ada komentar:

Posting Komentar