Nyamuk.

  • 0

Seperti mencintai,
kadang menangis juga tak butuh alasan.
Ia hanya butuh sebuah pertemuan,
yang kemudian dirayakan dengan setangkup pelukan.
Pelukan penuh maaf, dan kebahagiaan.

Akhir-akhir ini, tangisku bermetafora menjadi seekor nyamuk.
Dengungnya selalu memenuhi ruang dengar, dan menciderai nalar.
Menggerayangi otakku yang bebal, dengan banyak skenario sesal.

Ia terus berlanjut hingga  penghujung malam.
Lalu saat pagi tiba, selalu ada saja yang lebam.
Ntah itu mata yang tergigit nyamuk,
Ntah itu mata yang terhimpit kikuk hasil bercakap denganmu hingga kelopaknya lemah tertunduk.

Ntah.

Yang kutau,
tangisku memang seperti nyamuk.
Tak akan lenyap, jika belum ditepuk.
Hanya saja, nyamuk yang ini berbeda.
Ia harus ditepuk, dalam wujud peluk.

Malang, 2 Juli 2014.
Teruntuk @tambaganteng,
mari menepuk nyamuk! :)
Mau kan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar