Aku kenal seorang pendongeng ulung yang kini kehilangan jati diri dan berlaku serupa anak TK yang baru bisa mengeja aksara.
Jika dulu ia mampu mengetik berparagraf-paragraf kisah, kini untuk sekedar bertanya kabar saja ia lelah.
Sekian tahun hidup bersama manusia apatis ternyata turut mengikis bakat dan pesonanya yang menurutku mampu menghipnotis hati wanita mana saja. Ma-na sa-ja.
Karena....
wanita sangat cinta disanjung dan benci sekali dibuat kebingungan mengartikan satu dua pesan singkat --literally suwingkaaat-- dalam setiap percakapan.
Bisa jadi, ini adalah metamorfosa yang tidak sempurna karena ia tak lagi tumbuh jadi dirinya sendiri.
Karena ia bilang,
ia takut lagi-lagi disakiti,
ia takut lagi-lagi tak mendapat timbal peduli,
dan hanya jadi satu-satunya yang menghidupi "kami."
Kepada siapapun yang membaca ini, tolong sampaikan padanya, atau pada orang-orang yang sama; yang sudah kehilangan keyakinan bahwa setiap manusia itu murni berbeda.... "Kalau hatimu patah, jangan mematahkan hati orang lain untuk mendapatkan kebahagiaan atau sekedar kepuasan atas nama pembalasan bahkan penindasan. Bukan begitu caranya membalas seseorang yang merawat luka-lukamu."
Tolong sampaikan, karena dayaku kian meredup dan sepertinya tak lagi sanggup.
Malang,
9 Oktober 2014,
Farida Firdani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar