He was going to be the one, but he wasn't

  • 0

Seorang Farida Firdani tak pernah separuh-separuh dalam mencintai; pun membenci.

Akibat "keprofesionalanku" dalam mencintai itu, aku jadi akrab dengan kehilangan dan kurasa kalian juga tau bahwa tak ada kehilangan yang menyenangkan.
Tak ada kehilangan yang indah, yang ditularkan hanyalah gundah.
Tak ada kehilangan yang penuh tawa, yang dibawa hanya luka sengsara.

Karena beberapa kehilangan itu pula, dulu aku sangat memaki kepedihan.
Dulu aku mudah digerogoti kesedihan.
Dan dulu, aku jadi gemar mencumbui kesendirian.

Aku sempat jadi pengelana buta arah dan pelaut lupa mata angin. Aku tak tau rasi bintang mana yang harus kuikuti, dan tak bisa membedakan mana fakta, mana fatamorgana.

Diriku sempat jadi gunung yang beterbangan bak bulu sementara kupingku dibuat sesak oleh lengkingan sangkakala.
Ya, diriku sempat dilanda kiamat.

Tapi detik ini, hampir lima tahun kemudian, aku sadar bahwa kehilangan yang kualami hanyalah sebuah bersin ringan sebelum sakit keras;  Hanya sebuah jungkat-jungkit TK yang tidak serumit roller coaster; Hanya setetes embun pagi yang tak sedahsyat tsunami.

Jika ada yang bilang tidak layak membandingkan apa yang terjadi dengan pasangan di lima tahun lalu, dengan pasangan yang menemani sekarang.. Bagiku layak-layak saja. Sebab, diriku lima tahun lalu dan sekarang tak terlalu berubah banyak. Tapi apa yang kuberikan dan kulakukan untuk kekasih sangat berubah banyak.

Kekasihku saat ini dan dirinya lima tahun lalu juga tak berubah banyak. Tapi pengorbanan dan perlakuan yang dicurahkannya padaku pasti berubah banyak dibanding pada perempuan sebelum aku.

Aku sadar bahwa perubahan ini tak terjadi hanya perkara kehadiran uang gajian, kelentikan jari di tiap genjrengan, palsunya rayuan atau dandanan, jumlah roda kendaraan saat kencan, maupun tinggi rendahnya jenjang pendidikan. Perubahan ini lahir dari kemauan lubuk hati terdalam. Kemauan memberi lebih untuk orang terkasih.
Kemauan untuk menekan ego diri dan bertoleransi.
Serta, kemauan untuk berdamai dengan luka hati dan membuka diri.

Aku percaya, bahwa perubahan dan kesadaran ini tengah mengarahkan kami pada kepastian. Bukan sekadar gonta ganti pasangan atau ketidakseriusan.

Now I know, not everyone that I lose is a loss.
Even when I lose him, it's definitely not a loss.
It's a big loss.
Very BIG loss.
For both of us.


-Malang, 19 September 2016
With sanity, F.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar